Buku cerita Siti Nurbaya adalah buku lama karangan Marah Rusli seorang pengarang Pujangga Baru, buku ini banyak dibaca oleh kalangan tua muda. Bahkan hanya dengan menyebutkan zaman Siti Nurbaya saja orang sudah mengerti itu bahwa zaman dahulu zaman jodoh atau calon suami dipaksakan oleh orang tuanya.
Kemudian kalau tokoh Datuk Meringgih adalah tokoh kakek yang menginginkan Siti Nurbaya sedangkan Siti Nurbaya tidak Suka karena disamping sudah tua ia pun sudah punya kekasih bernama Syamsul Bahri. Aka tetapi Datuk Meringgih tidak mau menyerah untuk agar cita-citanya menyunting Siti Nurbaya terlaksana. Jadi tokoh Datuk Meringgih adalah tokoh yang paling dibenci.
Menurut orang, dalam mencari jodoh, antara pria dan wanita berbeda, wanita zaman sekarang dalam mencari jodoh paling rasional, paling masuk akal, terkadang rupa tidak menjadi utama. Wanita kalau memilih suami yang utama menjamin kehidupan masa depan sebutlah harus berada dan kelihatan menjanjikan, terus syukur kalau berpendidikan alias pintar, berpangkat, terkenal, dan anak orang kaya. Beda dengan laki-laki mencari jodoh syaratnya katanya tak perlu kaya, tak perlu pintar, tak perlu berpendidikan dan tak perlu orang kaya satu saja syaratnya asal cantik. Tentu saja cantik itu, untungnya, relative, jadi semua wanita itu cantik menarik menurut pasangan yang mencintainya. Itulah sebabnya hampir selalu menemukan jodohnya.
Datuk Meringgih adalah sebutlah seorang datuk yang kaya dan disegani terus cinta mati kepada Siti Nurbaya, menurut Bimbo andai saja Datuk Meringgih hidup pada zaman modern akan mengantri berjuta Siti Nurbaya lain untuk meminta dipinangnya.
Kegigihan Datuk meringgih menggugah Grup Musik Bimbo yang dalam lirik lagunya sangat memuji Datuk Meringgih, inilah sebagian liriknya, meski maaf tidak lengkap:
Datuk Meringgih
Kau tebarkan bunga-bunga
Datuk Meringgih kau tebarkan cinta
Datuk Meringgih, andai hidup zaman modern
Berjuta-juta Siti Nurbaya menanti cinta
Bimbo dalam memilih lirik nyanyiannya sering berguyon yang sering disertai dengan kritik sosial. Bagi orang Sunda itu tidak aneh karena itu bagian dari kebiasaan yang disebut “heureuy Bandung”. Yaitu guyon Bandung yang konon dengan kesopanan tapi kadang penuh makna.